music Player goes here
[ ]
Glace's World







✿ Facebook
✹ Wattpad
✖ Twitter
☂ LINK 4
✈ LINK 5
+
+

[Ficlet] Piano ON Minggu, Desember 02, 2012 AT 12/02/2012 11:46:00 AM


Piano
~.~
Author             : Nissa Tria
Cast                 : Girls’ Generation Yoona as Im Yoona
                        Super Junior Leeteuk as Park Jungsoo
Support Cast   : Girls Generation Yuri as Yuri Ommunim
                        Girls’ Generation Sunny as Sunny Lee
Genre              : Romance, angst
Length             : Ficlet (1765 words)
Rate                 : [PG-13]
Disclaimer       : Apologize me about the OOC (Out Of Character), typo(s), and mistake(s). I not owned the canon, they’re God’s, their family’s, and their fans’, but plot dan OC is mine. Thanks for not copy-paste my plot (plagiarism), and don’t bash me.
~.~
Piano
A Ficlet by. Nissa Tria © 2012, All Rights Reserved
~.~
Angin malam berhembus menerobos masuk melalui sebuah jendela di kamar seorang gadis. Kepala gadis itu terangkat menatap jendela. Mata bulatnya dengan polos mengikuti bagaimana gorden kamarnya itu melambai-lambai oleh angin. Gadis itu mengucek matanya pelan, turun dari kasur, lalu menutup jendela kamarnya itu dan menguncinya kuat-kuat agar tidak terbuka hanya oleh sebuah hembusan angin saja.
            Menghela satu tarikan napas, gadis itu kembali berbaring tengkurap dan melanjutkan acara menulis diari. Dengan hati yang ringan tanpa beban, gadis itu menuliskan semua kejadian tak terlupakannya hari ini. Dia ingin menuliskan semua kejadian itu hingga mendetail dan tidak boleh ada yang terlewat.
            “Yoona-ah
            Sebuah suara lembut membuat perhatiannya kembali teralihkan dari buku diari itu. Kedua otot wajahnya tertarik ke atas, membuat bibir merah itu membentuk sebuah lengkungan ke atas.
            Ommunim, ..” sapanya ramah, masih dengan senyuman manisnya.
            Perempuan paruh baya yang dipanggil “Ommunim” itu balik tersenyum pada gadis yang dipanggil “Yoona”. Ommunim mendudukkan pantatnya di samping tubuh Yoona. Perempuan paruh baya itu membelai sayang puncak kepala Yoona,

            “Tidak makan malam, huh?” tanyanya perhatian yang direspon sebuah gelengan polos dari Yoona,
            Mianhaeyo, Ommunim, .. aku sedang tidak bernafsu.”
            Mendengarnya, Ommunim mendesah berat yang sarat akan kekecewaan, “tidak apa-apa, tapi jika kau ingin makan, di kulkas ada banyak makanan yang bisa kau makan.” Ommunim berucap pasrah terhadap kekeraskepalaan Yoona. Sudah sedari tadi dirinya membujuk Yoona untuk makan malam, tapi tetap saja, pertahanan gadis itu memang tidak mudah hancur.
            Yoona tersenyum. Diraihnya pipi tirus Ommunim dan membelainya hangat, “aku akan makan, tapi nanti, setelah malam agak larut, Ommunim, jangan khawatir.” Ujar gadis itu, berjanji pada Ommunim seraya mengacungkan jari kelingkingnya yang langsung disambut hangat oleh Ommunim sebelum akhirnya perempuan paruh baya itu bergerak meninggalkan kamar bernuansakan Rilakkuma itu.
~.~
Sesuai janjinya, Yoona pergi ke dapur untuk makan malam ketika jam telah menunjukkan pukul 10:31 malam. Tangan gadis itu terulur membuka pintu kulkas. Dilihatnya ada banyak makanan yang dapat dimakan untuk makan malamnya.
            Gadis itu mengeluarkan sehelai roti tawar dari bungkusnya, mengoleskan selai kacang cokelat pada permukaan roti tersebut lalu dikunyahnya dengan tenang. Mata polos itu berputar menjelajahi semua yang terlihat di ruang makan ini. Tidak ada banyak barang memang, tapi setidaknya ruangan ini sangat nyaman digunakan untuk makan karena Ommunim sangat menjaga kebersihan setiap ruangan di rumahnya, terutama ruangan yang sering digunakan.
            Suasana hening, dan malam semakin larut, tapi rupanya Yoona masih betah di atas kursinya, mengunyah setiap bagian kecil roti di mulutnya dengan sangat tenang. Meskipun terlihat tenang, sebetulnya Yoona sedang berusaha membuat pikirannya tetap di tempat, agar pikirannya itu tidak melayang ke mana-mana, memikirkan hal yang tidak-tidak dan mungkin terjadi di tengah suasana malam yang semakin larut—seperti di dalam film hantu yang sering ditonton teman-temannya.
            Beberapa detik berlalu. Tubuh gadis itu menegang, dan kunyahan gadis itu mendadak berhenti. Kepalanya kontan menoleh ke arah ponselnya yang terlihat tenang-tenang saja di tempatnya.
            Kening Yoona berkerut. Kepalanya segera mengingat-ingat apakah dirinya mengaktifkan tone suara permainan piano untuk notif ataupun telepon, tapi ternyata tidak. Jadi, tidak dapat disangkalnya kini suasana hatinya mulai ketakutan, dan bulu kuduknya meremang.
            Seingatnya, Ommunim tidak memiliki apalagi memiliki piano ataupun keyboard di rumahnya, dan juga Ommunim tidak suka mendengarkan musik keras-keras, karena tidak ingin mengganggu orang lain yang juga berada di rumahnya.
            “Lalu …-“ Yoona menggeleng. Gadis itu menghentikan pikiran liarnya lalu segera berlari menuju kamarnya tanpa membereskan ruang makan terlebih dahulu. Dirinya terlanjur ketakutan, dan satu-satunya cara untuk meredam ketakutannya adalah dengan berlari ke dunia mimpi dengan cara tidur.
Ya, hanya itu cara satu-satunya.
~.~
Ommunim?”
            Ommunim mengangkat sebelah alisnya menjawab sapaan Yoona yang terdengar merengek. Mata perempuan paruh baya itu tampak tidak lepas dari syal yang sedang dirajutnya, dan itu membuat Yoona mendengus beberapa detik kemudian.
            Ommunim …” Yoona kembali merengek, tapi kali ini Ommunim menjawab rengekan Yoona dengan kepala yan gmenolehdan lekas bertanya singkat,
            Waeyo?”
            Kali ini Yoona tampak ragu untuk menanyakan apa yang bersarang di kepalanya semenjak kejadian tadi malam, tapi bukankah tidak ada salahnya bertanya? Jadi, gadis itu memutuskan untuk menanyakan hal itu pada Ommunim.
            Ommunim dengar suara piano tadi malam tidak?”  
            “Hm?” Tubuh Ommunim terlihat menegang, tangan perempuan itu pun berhenti bergerak dan membiarkan jarum rajutnya jatuh ke lantai, sehingga Yoona semakin mengerutkan keningnya. Gadis itu tahu, Ommunim sedang berusaha menyembunyikan sesuatu darinya.
            Ommunim, .. jangan membuatku menjadi penasaran …” Yoona kembali bersuara. Tangan gadis itu kini bergelayut manja di lengan Ommunim.
Melihat semua itu, Ommunim mendesah. Tidak dikiranya Yoona akan seperti itu saking penasarannya,
“Baiklah, baiklah … Ommunim akan memberitahumu, jika Ommunim juga mendengar suara piano itu tadi malam.” aku Ommunim pasrah seraya menatap Yoona dengan mata sayu. Perempuan itu merasa bodoh mengatakannya, karena beberapa detik kemudian, Yoona akan menanyakan dengan antusiasme tinggi tentang dari mana asalnya suara piano itu.
            Ommunim tidak tahu, Yoona-ah, .. sudahlah, lupakan saja.” Perempuan itu berucap seraya bangkit dari duduknya lalu melangkah keluar dari kamar Yoona menuju kamarnya sendiri.
Ommunim yakin, Yoona kini sedang dalam situasi yang sangat berbahaya, jika seandainya Sunny mengatakan yang sebenarnya pada gadis itu …
~.~
Seorang gadis akhir dua puluhan tampak sedang berada di taman belakang. Gadis mungil itu memakai gaun biru laut, sementara di kepalanya bertengger manis sebuah bando pita. Tangannya dengan sigap menjemur pakaian-pakaian basah yang dicucinya tadi. Bersenandung kecil, gadis itu beberapa kali berputar, lalu menaruh keranjang cuciannya ke atas rumput.
            Yoona tersenyum kecil melihatnya. Itulah ciri khas seorang Sunny Lee, sahabat Yoona sekaligus pembantu rumah tangga di rumah Ommunim. Gadis yang beberapa tahun lebih tua darinya itu memang sangat lucu dan memiliki tingkah pola yang dapat membuat orang-orang tertawa saking konyolnya. Salah satunya, adalah gerakan tarian yang selalu dilakukannya ketika menjemur pakaian.
            “Sunny Unni!” Yoona berteriak seraya meraih pinggang kecil Sunny dan memeluk gadis itu dari belakang, lalu terkikik geli bersama-sama.
            “Ish … Yoona-ya, sepertinya kau gemar sekali memeluk pinggangku yang ramping ini,” ujar Sunny diiringi sebuah kikikan geli. Gadis itu melepas lingkaran tangan Yoona dipinggangnya, dan menuntun Yoona menuju sebuah bangku tempat mereka terbiasa saling bertukar pikiran.
            “Jadi, apa yang ingin kau bicarakan, nona?” Sunny bertanya formal dan mulai menatap Yoona dengan serius, walaupun tidak dapat disangkalnya masih ada sedikit bumbu geli yang mengiringi nada bicaranya.
            Aniyo, hanya heran pada sikap Ommunim ketika tadi aku bertanya tentang suara piano yang mengalun tadi malam.”
            Sunny menoleh menatap Yoona yang tampak menunduk di tempatnya. Kening gadis itu berkerut, “maksudmu dengan ‘suara piano yang mengalun tadi malam’ apa?” tanya gadis itu hati-hati.
            Menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi, Yoona mendesah, “tadi malam, sekitar pukul 11 malam lebih, ketika aku sedang makan malam, aku mendengarnya dan aku kira Unni juga mendengarnya.” kedua bahu gadis itu terangkat acuh setelah selesai bicara. Ia lalu bangkit dari duduknya, dan hendak berjalan masuk kembali ke dalam rumah. Rasanya, tidak ada yang perlu ditanyakan lagi pada Sunny, toh mungkin, Ommunim telah menyuruh Sunny untuk menutup mulut sebelum berbicara yang tidak-tidak padanya.
            Jamkkamanyo, Yoona-ya,”
            Langkah kaki Yoona terhenti. Kepala gadis itu berputar untuk menatap Sunny yang tampak duduk gelisah di atas kursinya. Alisnya terangkat sebelah,
Ne?”
“Kalau tidak salah, aku pernah mendengar jika di rumah sebelah, ada sebuah piano besar berwarna putih, tapi sayangnya rumah itu kosong …” ucap Sunny kental dengan nada gelisah ketika ia berbicara. Gadis itu memelintir ujung gaunnya dan menatap ujung sepatunya, “dan aku dengar dari Ommunim, piano itu memang selalu berbunyi ketika malam telah larut. ..” lanjutnya yang membuat Yoona mengerutkan kening.
“Berbunyi … sendiri?” suara Yoona terdengar bergetar, matanya menatap Sunny dengan serius.
“Mungkin …” Sunny menjawab, dan Yoona mendesah beberapa detik kemudian …
~.~
Berdebu, gelap, dan pengap, kira-kira begitulah suasana rumah ini, sebuah rumah tua yang tepat berada di samping rumah Ommunim. Ya, Yoona benar-benar mengunjungi rumah itu karena rasa keingintahuannya yang begitu besar mengalahkan rasa takut dan juga pikirannya yang mulai menyabang ke mana-mana begitu memasuki pekarangan rumah ini.
            Gadis itu terbatuk kecil untuk beberapa saat begitu menyingkap sebuah kain putih yang menyembunyikan sebuah sofa. Menggeleng, gadis itu mengenyahkan halusinasinya yang berkata bahwa tadi dia seperti melihat orang berbaring di sana.
Suara derit kayu terdengar begitu dominan ketika kaki kecilnya mengambil langkah untuk lebih masuk ke dalam rumah tua itu.
Beberapa saat kemudian—setelah ia memasuki sebuah ruangan berpintu cokelat, langkahnya terhenti. Matanya membulat tak percaya melihat apa yang ada di hadapannya kini; sebuah piano putih yang besar—seperti yang Sunny katakan padanya.
Sementara kaki kecilnya kembali melangkah mendekati piano tersebut, jantung gadis itu berdebar keras, entah kenapa.
“Ada penyusup rupanya, ..”
Tubuh gadis itu kontan berputar ketika sebuah suara mengagetkannya. Matanya kembali terbelalak menatap seorang pria berwajah ramah kini sedang menatapnya dengan tatapan hangat.
“Omong-omong, namaku Park Jungsoo, kau?” pria itu bertanya dengan nada ramah seraya berjalan mendekati Yoona, lalu mengulurkan tangannya.
Yoona menatap tangan yang terulur itu dengan takut-takut. Perasaannya mulai tidak enak dengan apa yang ada di telapak tangan pria itu.
“Tenanglah, aku tidak membalurkan apapun di telapak tanganku, aku bukan orang jahat.” Seolah dapat membaca apa yang ada di dalam pikiran Yoona, pria bernama Jungsoo itu berkata seraya meraih tangan Yoona untuk berjabat tangan paksa.
“Im Yoona, namaku Yoona.” dengan gugup, Yoona memerkenalkan dirinya. Beberapa detik kemudian, perlahan namun pasti, kedua ujung bibir Yoona tertarik ke atas, membentuk sebuah lengkungan ke atas pada bibirnya, “senang bertemu denganmu, ..” ucapnya lagi, malu-malu.
Sementara itu, Jungsoo tersenyum semakin lebar menatap Yoona yang tampak mulai melunak padanya.
“Baiklah, kau mau aku ajari bermain piano?” tawar Jungsoo yang langsung disambut oleh sebuah anggukan pasti dari Yoona. 
Bagaimana pun, kesempatan itu hanya datang sekali bukan? Jadi, untuk apa menolaknya?
~.~
Suasana pagi itu, cukup cerah, di mana matahari bersinar lembut di langit dihiasi awan-awan putih yang tampak bergerak ditiup angin pagi. Seorang perempuan paruh baya duduk di atas kursi taman belakang, menyeruput teh hijau hangat seraya menikmati sinar matahari yang menerpa kulitnya.
            Menghirup udara segar, perempuan itu membuka kelopak matanya. Seulas senyuman terukir di wajahnya melihat seorang gadis berbalutkan gaun kuning tengah berlari-lari dengan tangan mungilnya yang menenteng sehelai koran.
            Omm … hosh, .. Ommunim, .. hosh, .. hosh, ..” napas gadis itu begitu memburu, dan dada gadis itu naik turun saking terlalu cepatnya ia berlari.
            Waeyo, Sunny-ah?” perempuan yang dipanggil Ommunim itu dengan tenang kembali menyeruput teh hijaunya.
            “Lihat ini, Ommunim!” gadis itu segera menyodorkan koran di tangannya pada Ommunim. Raut wajahnya tampak sangat bersalah ketika melihat kening perempuan itu berkerut membaca headline news koran pagi ini.
            Seorang Gadis Ditemukan Tewas dengan Luka seperti Bekas Gigitan Ular pada Lehernya dan juga Tubuh yang Tertimpa Sebuah Piano Putih.
            Kira-kira begitulah yang tertulis di headline news koran yang dibawakan Sunny. Ommunim mengangkat wajahnya, menatap Sunny dengan ekspresi terluka, “sudah kuduga, akan ada korban lain.” Ucapnya singkat, tapi dapat membuat Sunny meneteskan air mata.
            Ommunim, jeongmal mianhaeyo …”
~.~
.::FIN::.
~.~

Label: , , , , , , , , , ,


0 Ice(s)