music Player goes here
[ ]
Glace's World







✿ Facebook
✹ Wattpad
✖ Twitter
☂ LINK 4
✈ LINK 5
+
+

[Series] Puzzle of Life (Part 1) ON Sabtu, November 17, 2012 AT 11/17/2012 10:14:00 AM

Puzzle of Life
~.~

Author                         : Nissa Tria
Cover by                     : Hannie @ Miracle Pops!
Cast                             : Super Junior Eunhyuk as Lee Hyukjae
Super Junior Donghae as Lee Donghae
Park Hyemi (OC)
Support Casts              : IU as Lee Jieun
                                    Super Junior Kyuhyun as Cho Kyuhyun
Genre                          : Angst, gloomy romance, sad
Length                         : Series (3544 words)
Rate                             : [PG-15]
Disclaimer                   : Apologize me about the OOC (Out Of Character), typo(s), and mistake(s). I not owned the canon, they’re God’s, their family’s, and their fans’, but plot dan OC is mine. Thanks for not copy-paste my plot (plagiarism), and don’t bash me.
Recommended Song   : Super Junior – From U
~.~
Puzzle of Life
[Part 1]
A Series by, Nissa Tria © 2012, All Rights Reserved.
~.~
 “Selamat pagi, Hyemi!!!” Jieun memasuki kamar merah muda Hyemi dengan riang dan langkah ringan seringan awan. Ia mengukir senyuman manis di wajahnya, sementara mata itu mengerling nakal pada Hyemi yang masih sibuk dengan peralatan riasnya.
“Selamat pagi, Jieun.” Hyemi balas menyapa Jieun dengan senyum, lalu menatap wajah cerah gadis itu lewat bayangan cermin seraya mengolesken lipgloss merah muda di bibirnya.

Jieun tertawa kecil seraya menaruh tangannya ke atas pundak Hyemi, “Pinky girl,” jari telunjuk Jieun mengarah pada semua barang di kamar Hyemi yang rata-rata berwarna merah muda, warna kesukaan Hyemi yang membuat gadis itu menyandang julukan ‘Pinky Girl’ dari sejak ia duduk di bangku SMP hingga kini ia telah kuliah, sementara Hyemi terbahak keras sambil memegangi perutnya, merasa geli dengan Jieun saat gadis manis itu mengungkapkan apa yang ada di kepalanya dengan wajah mereka berdua yang sengaja disejajarkan dan juga sebuah senyum mengejek tersungging di bibir gadis itu yang tentu saja ditujukan padanya. Ia tidak tersinggung, namun lebih merasa lucu dengan apa yang gadis manis itu lakukan padanya.
Im the real pinky girl,” ujar Hyemi tersenyum manis seraya membusungkan dadanya, berusaha menyombongkan diri atas apa yang sebetulnya tidak perlu disombongkan, sementara Jieun tertawa kecil seraya mengambil lipgloss milik Hyemi, lalu mengoleskannya pada bibir mungil gadis itu. Hyemi menggelengkan kepalanya, memaklumi kebiasaan Jieun yang seenaknya saja menggunakan barang milik orang lain tanpa permisi, kemudian beranjak dari kursinya, mengambil tas merah muda di atas tempat tidur dan berkata,
Come on! Bukankah kita memiliki jadwal untuk melihat rumah idaman di daerah Nowon yang telah dipilihkan Oppa untuk aku dan Oppa tempati nanti?” tanyanya dengan alis terangkat dan tangan yang telah siap mengunci pintu, sementara Jieun hanya menampilkan cengiran lebarnya seraya melangkah keluar kamar Hyemi dengan langkah yang sedikit meloncat-loncat dan Hyemi hanya bisa tersenyum kecil melihatnya.
Ye, Gongjunim (tuan putri),” ucap Jieun dengan nada bercanda seraya menundukan kepalanya hormat pada Hyemi, seolah di depannya adalah tuan putri yang terhormat, sementara Hyemi tertawa renyah seraya menutup pintu, menguncinya, lalu menyimpan kunci kamarnya ke dalam tas merah muda.
***
Mereka berjalan beriringan menyusuri jalan setapak dengan langkah ringan. Sesekali mereka tertawa lepas karena lelucon yang dibuat oleh Jieun atau karena pernyataan polos dan wajah polos dari gadis itu. Mereka sedang mencari rumah baru untuk dihuni Hyemi suaminya kelak saat mereka—Hyemi dan suaminya—telah membereskan segala kebutuhan dan aktivitas suami Hyemi sebagai entertainer. Ya, Hyemi telah menikah beberapa minggu lalu, tepatnya beberapa hari setelah suaminya berulangtahun yang ke-27.
Angin berhembus lembut, menerbangkan rambut halus Hyemi yang tidak tertutupi oleh topi wol birunya dan juga daun-daun kering yang telah berjatuhan dari pohon. Hyemi menghela napas, entah mengapa udara hari ini terasa lebih dingin dari hari-hari sebelumnya, padahal  ia telah memakai berlapis-lapis sweater di dalam mantel tebalnya itu, atau mungkin … itu hanya perasaannya saja? Karena sejauh hasil analisis matanya orang-orang yang juga sedang berjalan-jalan mengelilingi komplek—dan tidak memakai pakaian setebal dirinya—terlihat biasa-biasa saja dan juga tidak tampak kedinginan berlebih seperti dirinya. Begitu pula dengan yang diperlihatkan Jieun padanya. Gadis manis itu terus melangkah dengan ringan seringan awan seraya sesekali meloncat, mengambil selembar daun kering lalu menyimpannya ke dalam saku mantel merah tebal yang dipakai gadis itu, seolah dirinya adalah seorang murid TK yang tidak peduli dengan keadaan sekeliling yang malah memerhatikan setiap gerak-geriknya, entah karena merasa terganggu atau gerak-gerik gadis itu telah menjadi tontonan unik.
Hyemi hanya bisa tersenyum geli melihat tingkah polah sahabat kecilnya itu. Ia tidak mungkin tertawa, karena meskipun Jieun cukup cuek dengan keadaan sekelilinya, namun gadis itu juga bisa tersinggung walau hanya dengan sebuah tawa kecil yang bahkan tidak iaketahui penyebabnya apa. Sangat kekanakan, menurut Hyemi, namun itulah Jieun, seorang gadis manis yang memiliki kepribadian unik.
Hyemi kembali menikmati hembusan angin yang berhembus menyapu wajahnya, memejamkan matanya sejenak agar ia bisa meresapi angina itu lebih dalam lagi, hingga ia merasakan sebuah sentuhan lembut di benaknya. Seorang telah menyentuh benaknya, dan itu sangat mustahil dilakukan karena Hyemi sedikit tertutup dan memiliki pikiran yang sangat sulit ditebak sehingga benaknya terlalu sulit untuk disentuh.
            Hyemi membuka matanya, beberapa kali ia mengerjapkannya cepat, kemudian menguceknya pelan. Ia masih tidak percaya dengan kenyataan jika seseorang-yang-entah-siapa telah berhasil menyentuh benaknya. Napasnya terasa sedikit memburu, jantungnya telah berdetak sangat kencang, suaranya tercekat, rasa takut dan juga berbagai kemungkinan-kemungkinan buruk mulai menghantuinya, membuat ia menjadi sedikit paranoid karenanya.
            Angin kembali berhembus, kini terasa sangat kencang hingga topi wol birunya hampir ikut terbang terbawa angin jika ia tidak segera memegangi topi wol birunya. Tiba-tiba. kepalanya terasa berat, pandangannya mulai mengabur, langkahnya sedikit gontai, limbung, dan hampir jatuh mencium tanah jika kedua tangan kekar ini terlambat untuk memeluk pinggang rampingnya.
~.~
            “Hyemi ya? Kamu sudah sadar?” nada khawatir begitu ketara pada suara Jieun yang baru berhasil ditangkap Hyemi ketika ia membuka matanya. Cahaya remang-remang menyambutnya ketika kedua bola mata itu telah terbuka sempurna, membuat gadis itu merasa sedikit asing dengan tempat ini. Tidak ada warna merah muda, tidak ada sederet foto alam hasil jepretannya pada dinding, tidak ada alat-alat rias yang disusun rapi berderet di atas meja rias, tidak ada … sebuah foto pernikahannya yang berukuran besar pada dinding di sebelah lemari pakaian. Ia mengerutkan kening, merasa asing dengan tempat ini, karena setahunya, jika Jieun membawanya ke kamar serba kuning milik gadis itu, maka ia akan segera melihat tumpukan boneka di sudut ruangan ketika membuka mata, namun kali ini ia tidak melihat apapun di sini, seperti … sebuah kamar yang telah jarang dihuni oleh pemiliknya—itu yang dapat disimpulkan Hyemi setelah melihat ke sekelilingnya yang barangnya rata-rata masih ditutupi oleh kain putih.
            “Oh, shit … kenapa dia harus menelepon?” dumal Jieun dengan wajah ditekuk ketika menatap layar LCD ponselnya, sementara Hyemi hanya menoleh, menatap Jieun dengan ekspresi mengerti seraya mengangguk kecil pada gadis itu,
“Angkat saja, siapa tahu penting.” ucapnya serak, sementara Jieun menatapnya dengan sedikit tidak rela,
“Kamu baru sadar, jadi tidak mungkin aku akan meninggalkanmu untuk mengangkat telepon dari Kyu Oppa, asal kamu tahu, kamu itu lebih penting daripada bocah setan ini,” ujar Jieun, menggenggam erat tangan Hyemi seraya menatap gadis itu dengan mata yang sedikit berair, “aku sangat menyesal karena menolak ajakanmu untuk makan di warung ramen sebelum berkeliling di sekitar komplek rumah barumu dan Oppa, karena aku kira kamu sudah makan sebelumnya, namun ternyata kamu belum makan, sehingga pingsan di tengah jalan karena …-”
“Lee Jieun!” Hyemi memotong ucapan Jieun dengan nada yang naik satu oktaf karena ia mulai kesal dengan segala bentuk penyesalan yang gadis manis itu ungkapkan, sementara jari-jarinya meremas tangan Jieun yang menggenggamnya, “sistem imunku memang lemah, jadi jangan terus-menerus menyalahkan dirimu, karena kejadian tadi itu tidak sepenuhnya kamu yang salah, aku pun memiliki kesalahan karena tidak memaksamu untuk masuk ke warung ramen itu, jadi berhentilah menyalahkan dirimu. Pergilah, dan angkat telepon dari Kyuhyun, itu pasti Oppa yang menyuruh bocah setan itu meneleponmu.” Hyemi berucap dengan tersenyum dan menatap Jieun dengan tatapan meyakinkan, sementara Jieun menghela napas pasrah, memang tidak ada gunanya berdebat dengan Hyemi karena sudah pasti gadis itu yang menang, lalu kemudian dengan berat hati ia mengangguk kecil dan beranjak keluar kamar untuk menerima telepon dari kekasihnya.
Hyemi tersenyum kecil, lalu kembali memejamkan matanya sejenak, jari-jarinya tampak saling meremas satu sama lain. Ia gugup, dan masih merasa risih karena secara tiba-tiba seseorang telah berhasil menyentuh benaknya. Dan ia mulai berpikir lagi. Entah kenapa secara tiba-tiba batinnya mengatakan jika seseorang-yang-entah-siapa yang telah menyentuh dapat benaknya dengan mudah tersebut telah mengetahui yang dirinya yang ‘sebenarnya’, namun dari manakah orang itu mengetahuinya? Karena selama 22 tahun ia hidup di dunia ini, ia tidak pernah mengungkapkan rahasia besarnya yang pada siapapun, termasuk Jieun, suaminya, dan juga beberapa sahabat dekatnya. Sangat kecil kemungkinannya jika orang itu mengetahuinya setelah menggunakan cara hipnotis untuk mengetahui segalanya, karena sebetulnya Hyemi memiliki ‘cara tersendiri’ agar pikirannya tidak mudah untuk dimasuki atau dikuasai oleh orang lain.
Hyemi menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir semua argumen gila yang telah tersusun dalam otaknya, kemudian mengambil kesimpulan tersendiri jika itu hanya perasaannya saja, tidak lebih.
“Park Hyemi, bukankah pikiranmu telah terisolasi dari jangkauan tangan siapapun? Bukankah kamu telah menggunakan ‘caramu’ agar tidak ada yang menembusnya? Jadi … positive thinking! Itu hanya sebuah kebetulan saja.” ucap Hyemi menyugesti dirinya sendiri untuk berpikir positif, sebelum argumen di otaknya semakin menggila.
“Hyemi ya, syukurlah Kyu Oppa dan Oppa akan datang ke sini, maafkan aku … sekali lagi, aku mohon maafkan aku, karena aku sudah teledor menjagamu.” Jieun berkata dengan nada penyesalan yang begitu ketara dan kepala yang ditundukkan dalam-dalam. Ia merasa sangat menyesal karena keteledoran, kecuekannya juga ketidakpeduliannya terhadap ‘penyakit’ lama Hyemi. Iatahu kalau sahabatnya tersebut tidak tahan dengan udara dingin, namun dirinya malah memaksa Hyemi untuk menemaninnya jalan-jalan di sekitar komplek tanpa makan sesuap nasi pun sejak mereka berangkat. Ia sangat-sangat menyesal, apalagi setelah Kyuhyun menelepon atas dasar suruhan Oppa-nya dan menanyakan di mana Hyemi, jadi terpaksa iamenceritakan keadaan Hyemi yang sempat pingsan selama beberapa saat pada Kyuhyun, hingga akhirnya kedua pria tersebut memutuskan untuk datang ke tempat mereka berada saking mengkhawatirkan Hyemi.
Hyemi tersenyum simpul, “nan gwaenchana.” ucapnya singkat seraya meraih tangan mungil Jieun untuk digenggam. Sementara Jieun menoleh, menatap Hyemi dengan mata berkaca-kaca, lalu memeluk gadis itu dengan erat. “-aku akan memberikan kesaksian jika kamu tidak bersalah sedikit pun dan akan berusaha merayu Oppa dengan aegyo-ku yang paling ampuh agar dia tidak memarahimu, percayalah,” lanjutnya dengan senyum tulus tersungging manis di sudut bibirnya.
Gomawo Hyemi ya… tadi aku sangat takut jika kamu kenapa-kenapa karena udara yang begitu membekukan, namun untung saja ada seorang pria yang menangkap tubuhmu dan membantuku untuk menidurkanmu di sini.” kening Hyemi berkerut mendengarnya, merasa tidak ada hawa asing yang menjalari pikirannya ketika bersentuhan dengan pria tersebut.
Namja? Nuguya? Aku tidak merasakan hawa asing yang menjalari tubuhku ketika bersentuhan dengannya.” Hyemi melepaskan pelukan Jieun, lalu menatap Jieun dengan lipatan di keningnya terlihat sangat dalam, bulu kuduk gadis itu mulai meremang, dan pikiran-pikiran buruk mulai menghantui pikirannya, sementara Jieun hanya tersenyum kecil menanggapi kekhawatiran yang tergambar jelas pada raut wajah sahabatnya ini.
“Jangan khawatir, dia adalah pria yang baik, buktinya dia tidak mengapa-apakanmu ketika aku keluar untuk membeli sesuatu untuk kamu makan ketika kamu sudah sadar.” Jieun berucap dengan tenang, tangan gadis itu menggapai kepala Hyemi, lalu mengacak rambutnya pelan, “-aku tadi sangat khawatir, jadi membiarkan pria itu membawamu ke rumah ini, rumah barumu yang untungnya telah diisi perabotan oleh Oppa.” lanjutnya lagi dengan nada yang sangat lembut dan terdengar begitu dewasa di telinga Hyemi.
            Hyemi mengangguk-angguk mengerti, karena bagaimanapun, Jieun pasti akan mengutamakan keselamatannya daripada harus menangisinya di tengah jalan karena pingsan.
            Arraseoyo, geundae geu namja eodiga?” tanya Hyemi begitu menyadari jika tidak ada orang lagi selain dirinya dan Jieun di ruangan ini, sementara Jieun tersenyum kecil,  meletakan punggung tangannya di atas kening Hyemi lalu berkata,
            “Dia pergi, katanya dia tidak ingin membuatmu déjà vu, namun tenang saja, dia menitipkan salam dan juga ucapan semoga lekas sembuh padamu.”
            Déjà vu? Memangnya kapan aku bertemu dengannya?” tanya Hyemi dengan kening yang berkerut, sementara Jieun hanya mengangkat kedua alisnya seraya menggeleng tidak tahu,
            “Dia yang mengatakan hal itu padaku, dan dia menatapku saat mengatakannya. Jadi, aku tidak bisa mengatakannya berbohong.” Jieun berkata saat ia mencelupkan lap kompres pada air es dalam baskom di atas meja kecil dekat tempat tidur, memerasnya sedikit, kemudian menyibakkan poni rambut Hyemi sebelum menaruhnya di atas kening gadis itu, sementara Hyemi mulai berpikir keras, berusaha mengingat siapa pria yang telah menolongnya. Rasanya aneh sekali jika gadis itu tidak merasakan hawa asing ketika bersentuhan dengan pria-misterius itu, karena bagaimanapun, ia memiliki sebuah kemampuan khusus untuk mendeteksi siapa orang baru atau siapa orang lama. Dan anehnya, akhir-akhir ini ia selalu dihantui oleh rasa penasaran juga kilasan-kilasan mimpi masa kecilnya terhadap sebuah pintu kecil di sudut kamarnya yang tidak pernah dibuka sebelumnya dan—menurut cerita orang-orang di sekelilingnya—pintu itu mengantarkan kita pada sebuah jalan yang sebelumnya tidak pernah terjamah oleh manusia, termasuk dirinya sendiri dan keluarganya. Pintu itu seperti memiliki kekuatan mistis yang seakan memanggil seseorangnya untuk membukanya. Atau mungkin … entahlah, setidaknya itu yang dirasakan Hyemi akhir-akhir ini, tepatnya setelah ia menikah beberapa minggu lalu.
            “Jieun ah, di mana Oppa? Bukankah dia akan kemari?” tanya Hyemi dengan nada penuh kekhawatiran, ia takut terjadi apa-apa dengan suaminya tersebut, apalagi mereka baru menikah beberapa minggu lalu dan—untuk saat ini— mereka tidak memiliki waktu untuk cukup banyak untuk berdua karena schedule suami Hyemi sebagai entertainer yang sangat padat sejak 3 bulan terakhir.
            “Tunggu sebentar, aku sedang akan meneleponnya.” ucap Jieun seraya menempelkan ponselnya pada telinga, lalu menunggu nada sambung, sementara Hyemi menganggu kecil. Jieun kemudian beranjak dari duduknya, berjalan menuju jendela, tak lama setelah itu racauan panjang terdengar di telinga Hyemi. Hyemi tampak memerhatikan bibir Jieun dan gerak-gerik gadis itu saat menelepon, tak sabar untuk segera mendengar suara suaminya meskipun hanya lewat telepon. Entah kenapa ia mendadak jadi sangat merindukan suaminya tersebut, mungkin karena banyak sekali beban pikiran yang iatanggung selama beberapa minggu ini, hingga rasanya kepala itu hampir meledak, dan mungkin sekarang adalah saat yang tepat untuk meluapkan semua beban pikiran yang iatanggung pada suaminya tersayang.
            Angin kembali berhembus, menyapu lembut tubuh bagian depannya. Bibir mungil Hyemi meringis merasakannya, lalu gadis itu menyerukan pada Jieun agar jendela itu ditutup sebelum angin kembali berhembus dan membuatnya semakin beku di dalam bungkusan selimut tipis dan berlapis-lapis mantel tebal. Udara musim gugur kali ini lebih dingin dari biasanya, karena itulah ia akan memakai berlapis-lapis mantel tebal di tubuhnya agar tidak terlalu merasakan dinginnya angina musim gugur, namun ternyata semua itu tidak berguna. Angin masih bisa menembus mantel tebalnya, hingga menemukan titik lemahnya berada.
            Hyemi menghela napas kecil. Ia benci kenyataan jika sistem imun tubuhnya sangat lemah hingga angin pun dapat mengalahkannya, dan membuatnya pingsan. Menyebalkan, gadis itu merutuk dalam hati seraya membalikkan badannya menjadi memunggungi Jieun yang masih menelepon suaminya. Gadis itu merogoh sakunya, mengeluarkan sebuah benda kecil nan tipis dari sakunya, kemudian menyentuh layarnya beberapa kali hingga sebuah lagu mengalun lembut di telinganya. Beberapa kali bibirnya bergerak untuk menggumamkan lembut lirik lagu yang sedang didengarkannya. Hatinya kini terasa lebih tentram, pikirannya mulai sedikit demi-sedikit tertata rapi kembali seperti semula, dan kini segalanya terasa baik-baik saja meskipun kepalanya masih terasa berdenyut-denyut.
Hyemi memjamkan matanya sejenak, tangannya kembali merogoh saku mantelnya untuk mencari sesuatu di dalamnya, sebuah cincin. Ia mengamati cincin tersebut, lalu memakaikannya pada jari manis tangan kirinya. Ia tersenyum kecil melihat pantulan mata cokelatnya pada permukaan cincin emas putih tersebut. Beberapa kali ia mengusap cincin itu lembut, sebelum akhirnya dilepaskan dan disimpan kembali ke dalam saku. Tidak ada orang lain yang mengetahui jika ia memiliki cincin itu, dengan kata lain, ia menyembunyikannya dari orang lain, entah kenapa. Ia selalu merasa jika cincin itu sangat istimewa, hingga ia tak rela untuk memerlihatkannya pada orang lain, termasuk suaminya sendiri–meskipun awalnya ia akan menanyakan pada pria itu, namun lagi-lagi ia mengikuti firasatnya yang berkata ‘jangan’.
Penampilan juga desain dari cincin itu sangat memikat mata setiap orang yang melihatnya, terlebih ketika Hyemi menemukannya dengan kotak yang bertuliskan “Tiffany&Co.” pada permukaannya. Ia bukan gadis matre atau yang semacamnya, namun ia memiliki perasaan jika cincin itu menyimpan kenangan yang begitu mengesankan-yang-entah-apa.
Cincin itu memiliki desain yang sederhana, dengan ukuran narrow (sempit) dan beberapa butir bulat berlian di sekelilingnya. Cincin emas putih karya tangan terampil Tiffany tersebut memang sangat memikat mata, selain karena desainnya yang sederhana, cincin itu juga memiliki charm-nya tersendiri hingga banyak orang yang menyukainya, termasuk Hyemi.
Hyemi kali ini memainkan cincin pernikahannya. Ia tersenyum, merasa geli dengan ingatan tentang acara ‘lamaran’ yang masih tersimpan dengan rapi di dalam tempurung belakang otaknya. Ingatan saat pria-tengil itu melamarnya setelah mempermainkannya beberapa minggu sebelum hari ulangtahunnya yang kebetulan dijadikan sebuah momen di mana pria-tengil tersebut melamarnya kembali berputar secara otomatis dalam kepalanya, membuat gadis itu merasa geli hingga ingin tertawa-tawa sendiri seperti orang gila.
“Hyemi ya, Oppa ingin berbicara denganmu.” Jieun berucap seraya menggoyang-goyangkan tubuh Hyemi yang tengah berbaring membelakanginya, sementara Hyemi mematikan pemutar musik di ponselnya, lalu berbalik menghadap Jieun, dan mengambil ponsel gadis itu secara kasar saking ia ingin segera berbicara dengan suaminya.
“Kamu bisa mengambilnya baik-baik, kan, Hyemi ya?” ucap Jieun berdecak karena perlakuan Hyemi yang hampir membuat ponselnya terbentur dengan lantai, sementara Hyemi hanya menampilkan cengiran lebar seraya menatap Jieun dengan tatapan minta maaf. Jieun memutar bola matanya kesal, lalu dengan langkah yang sedikit dihentakan ia berjalan keluar dari kamar itu demi kenyamanan Hyemi untuk mnegobrol dengan suaminya, seolah ia mengerti dengan ‘privasi’ antara suami-istri, lalu menutup pintunya. Hyemi hanya mengangkat bahu, acuh tak acuh dengan tanggapan Jieun padanya. Ia yang baru menyadari ponsel Jieun yang tersambung untuk menelepon seseorang, langsung menempelkan benda tipis tersebut ke telinga kanannya seraya menjawab sapaan si penelepon yang ternyata telah menyapanya berulang kali,
Hyemi ya ... lama sekali kamu untuk menjawab sapaanku,” rengut seorang pria di seberang sana, dan jika Hyemi bayangkan, pria itu pasti sedang sedikit mengerucutkan bibirnya yang tebal.
Mianhae, tadi ada pertengkaran kecil yang terjadi antara aku dan Jieun.” Hyemi menjawab dengan senyuman manis terlukis di wajahnya yang selalu tampak innocent tersebut, meskipun ia tahu bahwa pria yang sedang meneleponnya tidak akan bisa melihatnya, namun … setidaknya pria itu dapat mengira-ngira dan membayangkannya, bukan?
Suara gelak tawa lepas yang memekakan telinga terdengar setelah beberapa detik Hyemi mengatakan alasannya pada pria itu, hingga gadis itu harus menjauhkan ponsel Jieun dari telinganya jika tidak ingin telinganya bermasalah. Hyemi menggelengkan kepalanya, merasa tak habis pikir dengan apa yang ditertawakan oleh suaminya tersebut.
Oppa, .. apa yang kamu pikirkan? Aku dan adikmu tadi terlibat sebuat pertengkaran kecil dan itu bisa membuat pernikahan kita kandas karena Jieun yang terlanjur tidak suka dengan diriku karena pertengkaran kecil tadi, bukankah itu tidak bagus? Tapi kenapa kamu malah menertawakannya? Sungguh tidak bisa ditolelir lagi, ck…” ucap gadis itu mencoba melankolis dalam mengucapkannya, sementara pria di seberang tidak lagi tertawa, lalu mengatakan,
Jieun bukanlah gadis yang seperti itu, dia cukup baik untuk menata mood-nya lagi, jadi jangan khawatir, pernikahan kita akan baik-baik saja.” ucap pria itu sarat dengan nada menenangkan yang bagitu ketara dan sebuah senyuman manis tersungging di ujung bibirnya. Hyemi mengangguk membenarkan, meskipun ia tahu pria itu tidak akan pernah bisa melihat ekspresinya yang kegirangan di atas tempat tidur.
Ne. Berhati-hatilah, dan cepatlah datang, aku tak sabar ingin mencium bibir tebalmu.” Ucap Hyemi menggoda, seraya tersenyum manis.
Pria di seberang tertawa keras, tidak menyangka jika istrinya tersebut menjadi mesum karena sangat merindukannya, “arraseoyo, yeobbo ya aku tidak menyangka kamu menjadi mesum hanya karena merindukanku.” ucapnya dengan senyum menahan tawa, sementara Hyemi tersenyum malu dan mengatakan salam penutup telepon sebelum wajahnya menjadi merah padam karena termakan omongannya sendiri, dan cara untuk menghindari ‘sesuatu’ yang mungkin akan terjadi malam ini terus berputar di kepalanya.
***
“Hyemi ya …” Hyemi menoleh, senyumnya mengembang setelah melihat seorang pria berpakaian informal seperti biasanya tengah menyenderkan punggungnya pada ambang pintu seraya tersenyum manis dan melipat tangannya di depan dada.
Oppa!” gadis itu memekik kegirangan sambil melompat turun dari tempat tidurnya, lalu melakukan hug-attack pada pria yang sangat iarindukan, sementara pria itu hanya tertawa keras dengan hug-attack yang dilakukan istrinya tersebut seraya membalas pelukan sang istri dengan erat, lalu menciumnya tepat pada puncak kepala.
Do you miss me, chagiya?” tanya pria itu dengan nada tenang, menatap istrinya tepat pada manik mata, lalu mengecup lembut kening gadis itu seraya mengendurkan hug-attack yang dilakukan istrinya, sementara bibir Hyemi mengerucut dan mata gadis itu menatap suaminya dengan tatapan kecewa,
Oppa …” rengeknya dengan nada manja, melepas hug-attack-nya sendiri, lalu kembali melompat ke atas tempat tidur seraya duduk memunggungi suaminya dan mengacuhkan pria itu, mencoba untuk berpura-pura marah padanya, sementara pria itu hanya tersenyum kecil melihat perlakuan istrinya yang sangat manja terhadap dirinya.
“Siapa yang mengajarimu untuk bermanja-manja padaku?” tanya pria itu tepat di telinga Hyemi yang membuat gadis itu bergidik geli seketika.
Mwo? Aku hanya merindukanmu, jadi karena itulah aku manja padamu.” jawab Hyemi dengan wajah dan nada datar, sementara matanya tetap lurus menatap layar LCD ponselnya. Pria itu mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti, lalu matanya tertuju pada layar LCD ponsel istrinya yang sedang menampilkan daftar lagu favorit gadis itu. Senyum pria itu mengembang ketika melihat ada sebuah lagu yang menjadi favoritnya juga gadis itu sejak dulu mereka bertunangan, From U.
Baby baby baby baby baby, let us never break up …” tubuh gadis itu terlihat menegang ketika pria—yang bernotabene suaminya—tersebut memeluknya dari belakang, dan menyanyikan sebuah lagu berlirik manis yang telah iamasukkan pada daftar lagu favoritnya sejak lagu itu dirilis. Kini ia dan suaminya berada dalam posisi yang sangat dekat, hingga iadapat mencium aroma lemon dari tubuh pria tersebut.
Oppa …” Hyemi mendesah, namun pria itu tidak mengindahkannya dan malah memeluk gadis mungil tersebut lebih erat lagi.
Oh my lady lady lady lady lady, I really love you …” suara pria itu kembali terngiang di telinga Hyemi, membuat gadis itu semakin membeku ketika merasakan sebuah sentuhan basah di pipi kanannya.
Shawty shawty shawty shawty shawty, it’s only you, the one that I’ve chosen …” sebuah sentuhan basah kembali dirasakannya di pipi kirinya.
Even my tears, even my little smiles.. Do you know? They all come from you …” Hyemi semakin membeku, semua sarafnya terasa mati rasa. Ia tidak dapat melawan ataupun melakukan sebuah penolakan pada apa yang telah dilakukan oleh suaminya, karena ternyata ia terhanyut dan terbuai dengan apa yang telah suaminya lakukan padanya, hingga ada sebuah dorongan di dalam dadanya untuk membalas semua tuntutan yang terpancar jelas di mata suaminya itu dan melakukan hal yang lebih …
~.~
To be continued ...
~.~ 

Label: , , , , , , , , ,


0 Ice(s)