[Song-Fic] One Year Later ON Sabtu, November 17, 2012 AT 11/17/2012 10:09:00 AM
One Year Later
~.~
Author
: Nissa Tria
Cast
: Girls’ Generation
Sooyoung as Choi Sooyoung
Super Junior Eunhyuk as Lee Hyukjae
Genre
: Find it by your self, please ^^
Length
: Ficlet (2248 words)
Rate
: G (General)
Disclaimer : Apologize me about the
OOC (Out Of Character), typo(s), and mistake(s). I not owned the canon,
they’re God’s, their family’s, and their fans’, but plot dan OC is mine. Thanks
for not copy-paste my plot (plagiarism), and don’t bash me.
~.~
Andai saja kita sedikit dewasa pada
saat itu, andai saja kita tahu apa yang akan terjadi sekarang … aku tak punya
keyakinan menghadapi penyesalan tak berujung ini.
~.~
One
Year Later
A Song-Fic/Ficlet by. Nissa Tria ©
2012, All Rights Reserved
~.~
Seorang
gadis tampak sedang duduk termenung di atas kursinya. Sesekali dia mengaduk
cappuccino di hadapannya dengan wajah sedih dan kepala yang tertunduk. Dia
mengangkat cangkir tersebut di depan mulutnya, lalu menempelkan bibirnya tepat
pada bibir cangkir, dan menyesap cappuccinonya dengan sangat perlahan.
Dia
mendesah keras seraya mengangkat kepalanya setelah menaruh cangkir
cappuccinonya ke atas meja, lalu menatap kaca transparan yang kini basah oleh
air hujan. Dia menghela napas kecil, mengusap sebelah matanya yang kini
mengeluarkan air mata, dan menggeleng pelan secara bersamaan. Dadanya terasa
sesak setelah menatap kaca transparan yang telah dibasahi oleh air hujan
tersebut. Sekelibat kenangan masa lalu mulai menghampirinya, memaksa agar
‘segel’ kenangan masa lalu yang telah dia pasang terbuka dan yang membuat
dadanya semakin terasa terhimpit oleh batu berton-ton beratnya adalah
cappuccino ini, secangkir minuman yang selalu menemaninya apabila dia sedang
berada di kafe ini, atau sedang ingin menikmati kesendiriannya yang menyesakkan
dada menyimpan sejuta kenangan bersama orang-orang yang sangat dia sayangi.
Gadis itu mengangkat wajahnya yang kini
telah berbanjir air mata. Dia menatap kaca transparan tersebut seraya menggigit
bibir bawahnya, dan meremas ujung rok yang sedang dia kenakan.
Gadis itu mendesah panjang.
Jari-jarinya yang lentik menelusuri kedua pipi basahnya dengan lembut untuk
menghapus jejak-jejak air mata di sana ketika sebuah suara dentingan halus
terdengar di telinganya. Dia menolehkan kepalanya ke arah pintu masuk dan
sesegera mungkin dia mendapati seorang pria bertubuh ringkih masuk ke dalam
kafe, lalu berjalan mendekati mejanya.
“Annyeong
…” pria itu menyapa ramah lengkap dengan senyuman kaku yang menghiasi wajahnya.
Pria itu menarik kursi di depan gadis itu, lalu mendudukinya tanpa suara.
Seulas senyum dipaksakan gadis itu
agar tersungging manis di bibirnya meskipun tidak ikhlas, “annyeong …” gadis itu menyapa balik si pria tanpa menatap wajahnya.
Kini sekelebat bayangan memenuhi
pikirannya. Tentang masa lalunya yang telah berhasil dia buang sebagian, tapi
anehnya, dengan melihat wajah pria itu, semua bayangan masa lalu yang telah
dibuangnya kembali ke memori dalam otaknya dan mulai berdesakkan untuk memenuhi
pikirannya.
Mendadak kepalanya terasa berat,
otaknya terasa sudah tidak bisa dipakai untuk berpikir lagi, matanya kembali
berair tapi dia enggan menunjukkan tangisannya di depan pria itu. Dia tidak
ingin semua itu terulang lagi, atau tepatnya, dia tidak ingin merasakan getaran
yang sudah membuatnya menangis meraung-raung dan tampak seperti mayat hidup
selama lebih dari 1 tahun.
“Sooyoungie~”
Suara pria itu dengan cepat
mengalihkan perhatian gadis yang bernama Sooyoung itu. Sooyoung segera
menolehkan kepalanya, dan mengangkat kedua alisnya seraya menggumam ‘hm?’ pelan
sebagai respon dari panggilan pria itu.
“Neoui
il nyeoneyn tto eottasseotni (bagaimana denganmu setahun ini)?”
Deg!
Tubuh Sooyoung mendadak menegang. Syaraf-syaraf tubuhnya mendadak berhenti
bekerja, lidahnya mendadak kelu, sementara otaknya membawa pikiran gadis itu
kembali pada kejadian setahun lalu. Kenangan demi kenangan memasuki pita
ingatannya dengan tenang. Secara tidak langsung membawanya kembali ke masa-masa
yang sangat dirindukannya. Ada tawa dan canda, dapat dirasakannya momen-momen
menyenangkan itu satu per satu mulai membuat pelupuk matanya tergenangi air
mata yang siap merembes kapan saja.
“Aku
rasa kita tidak bisa melanjutkannya. Mianhae, kita berhenti sampai di sini.”
Dan tanpa disangka-sangka, setitik
air mata meluncur menuruni pipinya. Dia ingat … ingat betul betapa hancur
hatinya menjadi serpihan-serpihan tajam ketika kata-kata itu meluncur begitu
saja dari mulutnya tanpa ada sedikit rasa ragu pun di dalam dirinya,
meluluhlantahkan semua benteng pertahanan yang telah dibangunnya untuk menahan amarah
yang begitu meluap pada saat itu.
Dadanya sesak mengingat penyebab dia
mengatakan hal itu. Dia ingat, wajah sumringah dan ekspresi sayang pria itu
ketika bersama seorang wanita yang dikenalnya sebagai sunbaenim di kampusnya, Kim Hyoyeon. Dan dia ingat apa yang
dikatakan pria itu dan sebuah ciuman kilat di bibir sebelum mereka berpisah di
tikungan jalan,
“Saranghae …”
Batinnya begitu terpukul setelah
itu. Mengingat jutaan kata sayang yang selalu dilontarkan pria itu padanya,
semua janji-janji yang telah dibuat dan disepakati, dan juga cerita indah yang
telah dirajut bersama, tapi ternyata, semua itu palsu hingga meninggalkan bekas
luka yang menganga lebar tepat di ulu hatinya, tempat di mana perasaan itu
telah tertanam dengan kuat dan tumbuh kian membesar setiap harinya.
“Sooyoungie?”
Suara pria itu membuyarkan semua
bayangan masa lalu dalam pikiran Sooyoung. Gadis itu sesegera mungkin menghapus
jejak air mata di pipinya dengan kasar, dia merasa gengsi mengeluarkan air mata
karena pria itu, apa lagi sekarang mereka sedang berhadap-hadapan.
“Wae?”
tanya Sooyoung berusaha tenang, bibirnya mengukir sebuah senyum tulus. Gadis
itu lalu menumpukan kedua sikunya ke atas meja, dan bertopang dagu menanti
jawaban pria di depannya.
“Kau tidak menjawab pertanyaanku?”
pria itu bertanya polos tapi dengan raut wajah serius yang membuat Sooyoung
mendesah. Gadis itu enggan menjawabnya, tapi harus bagaimana lagi jika pria itu
mendesak seperti ini?
“Hanchammeul
ijeul chae saratji (aku tetap hidup dan mencoba melupakannya.).” Jawab
gadis itu, menahan semua air mata yang kembali menggenang di pelupuk matanya
dan mencoba untuk tersenyum semakin lebar agar terlihat baik-baik saja di depan
pria itu, padahal hatinya merasa dikhianati ketika mulutnya berkata seperti
itu, karena yang diucapkannya bertolak belakang dengan yang ada di dalam hatinya.
Sementara pria itu, Lee Hyukjae,
termenung di atas kursinya. Wajah pria itu terlihat mengeras lengkap dengan
tangannya yang mengepal kuat menahan sakit yang luar biasa berdenyut di dadanya.
Kata-kata gadis itu telah memperdalam goresan luka lama di ulu hatinya. Rasanya
luka itu semakin hari semakin menganga lebar ditambah dengan bumbu cuka yang
gadis itu tambahkan membuat lukanya semakin perih.
Dia
ingin menangis, tapi haruskah dia menangis di depan gadis itu? Rasanya tidak
mungkin juga dia melakukan hal itu, karena bagaimanapun Hyukjae telah
memikirkan semua konsekuensi dan juga kemungkinan-kemungkinan lainnya yang
sempat bermain-main di dalam pikirannya ketika dia memutuskan untuk mengajak
gadis itu untuk makan dan juga melibatkan sebuah dialog penguras emosi ke dalam
topik obrolan mereka.
“Jinjjayo?” tanya Hyukjae dengan antusias
meskipun matanya tidak memancarkan sorot antusiasme, pria itu hanya ingin Sooyoung terbawa suasana dan juga
menjawab pertanyaannya dengan antusiasme yang sama dengannya atau paling tidak
dengan sebuah anggukan mantap, tapi ternyata tidak. Gadis itu malah terlihat
semakin lemas dengan sebuah anggukan kepala lemah sebagai jawaban atas
pertanyaan Hyukjae.
Hyukjae
mendesah. Pria itu kemudian menundukkan kepalanya menatap secangkir cokelat
panas yang kini tidak lagi mengepul uapnya. Cokelat itu telah dingin, tapi
tidak lebih dingin dari apa yang dirasakan selanjutnya.
Suasananya
menjadi hening dan semakin canggung. Tidak ada sepatah kata pun yang terlontar
dari mulut mereka masing-masing. Keduanya menutup mulut rapat-rapat seakan ada
berlapis-lapis plester yang ditempelkan pada masing-masing bibir mereka. Suara
lantunan lagu romantis menjadi satu-satunya suara yang dapat didengar mereka di
dalam kafe itu. Kafe sedang sepi, hanya ada dua sampai empat meja saja yang
terisi, sedangkan meja-meja lainnya kosong. Di luar hujan turun deras sekali,
dan itu adalah penyebab utama sebagian besar para pelanggan kafe ini memilih untuk
segera pulang.
“Ne saenggagedo kkuk chamaesseo (aku
menahan diri memikirkanmu.).”
Suara
lembut itu membuat tangan Hyukjae berhenti mengaduk cokelat di dalam
cangkirnya. Kepala pria itu terangkat menatap Sooyoung yang kini mengalihkan
pandangannya ke luar jendela. Hati pria itu terasa berdenyut sakit ketika
matanya menangkap sebulir cairan bening meluncur turun menuruni pipi gadis itu.
“Sooyoungie~”
lirih pria itu dengan raut wajah terluka.
“Handongan gwaenchanheun deut haesseo (untuk
sementara aku pikir itu yang terbaik), ..”
Kali
ini sedikit tawa hambar terngiang di telinga Hyukjae. Sooyoung, gadis itu masih
duduk memalingkan mukanya yang telah berbanjir air mata dan tertawa hambar pada
saat yang bersamaan, tampak seperti orang depresi.
“Hajiman sigani heureumyeon ggaedara geol (tapi
seiring berjalannya waktu, aku sadar), ..” Sooyoung menghela napas panjang,
lalu dia memalingkan mukanya menatap Hyukjae yang kini menundukkan kepalanya
ketika matanya hampir beradu tatap dengan mata pria itu. Gadis itu menarik
kedua ujung bibirnya dan berkata,
“Neo eobsineun naneun andawaendaneun geol (bahwa
aku tak bisa hidup tanpamu), ..”
Dan
seketika itu juga Hyukjae mengangkat kepalanya. Raut wajah pria itu menunjukkan
ketidakpercayaannya terhadap apa yang dikatakaan Sooyoung, dan tidak dapat
disembunyikannya sebuah senyuman yang mengembang otomatis di wajahnya.
“Geu ttae uriga naneun andawaeneun geol (andai
saja kita sedikit lebih dewasa saat itu), ..” ujar pria itu menambahkan seraya
tersenyum tulus pada Sooyoung, gadis itu pun membalas senyumannya meskipun
tidak selebar yang Hyukjae perlihatkan pada gadis itu.
Kini
mata keduanya saling menatap, dan perlahan tangan Hyukjae meraih tangan
Sooyoung tanpa melepaskan tatapannya pada gadis itu.
“Geu ttae uriga micheomolatdeon jigeumeul
aratdeiramyeon (andai saja kita tahu apa yang akan terjadi saat ini), ..”
ucap keduanya bersamaan. Di masing-masing wajah mereka terlukis berbagai macam
perasaan yang bercampur aduk yang hanya diwakilkan oleh sebuah senyuman tulus
tanda ketulusan ucapan mereka.
“Kkeutni eobneun huhwim andawaenwiidaga
igyeonael jasini eobseoso (aku tak punya keyakinan menghadapi kekesalan tak
berujung ini) …” Sooyoung berucap dengan volume yang sangat pelan dan
senyumannya sedikit demi sedikit meredup.
“Uri jeohatdeon cheoeumgeu ttaeri dasi
doeagaseumnyeon hae (aku harap kita bisa kembali ke masa indah itu), areumdawaetgo haengbokhaetdon
sarangietdon naldeullo (hari di mana kita sangat indah
dan menyenangkan) …” ungkap Hyukjae tanpa ragu seraya menatap Sooyoung lebih
dalam lagi dan diiyakan oleh gadis itu di dalam hatinya.
Hyukjae
menarik napasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan, “dasi han beonman gihwireul jugetni (dapatkan
kau memberiku satu kesempatan lagi)?” tanyanya dengan sangat serius dan raut
wajah yang harap-harap cemas. Dia berharap Sooyoung memberikannya sebuah
jawaban yang sesuai keinginannya.
Sementara
itu, Sooyoung tampak berpikir keras menentukan jawaban apa yang akan
diberikannya terhadap Hyukjae, di antara ‘ya’, dan ‘tidak’. Sebagian hatinya
mengatakan ‘ya’ karena ternyata perasaan gadis itu untuk Hyukjae masih
tersimpan rapi di dalam berangkas tersembunyi di dasar hati gadis itu,
sedangkan yang sebelah lagi mengatakan ‘tidak’ karena mengingat betapa hancurnya
hati gadis itu ketika menyadari jika cinta dan juga janji-janji itu telah
dilanggar dan dikhianati sehingga mening galkan bekas luka yang masih dirasakan
Sooyoung pada saat-saat tertentu.
Sooyoung
perlahan mengambil tangannya kembali dari genggaman Hyukjae, dan memalingkan
mukanya ke arah kaca transparan dalam sekali sentak sehingga Hyukjae menatapnya
heran. Perasaan pria itu kini berkecamuk dalam dadanya. Berbagai macam bayangan
kata-kata penolakan disertai sejuta alasan yang membuat Hyukjae bungkam yang
(mungkin) akan dilontarkan Sooyoung padanya bercampur menjadi satu bersama
bayangan happy end-nya dengan gadis
itu. Hingga akhirnya, setelah sepersekian detik terdiam, gadis itu kembali
mengangkat kepalanya,
“I’m so sorry, Hyukjae-ah … jeongmal,
mianhae …” Sooyoung menatap Hyukjae
dengan raut wajah terluka yang tidak bisa pria itu ungkapkan dengan kata-kata,
dan pria itu membeku di tempatnya lengkap dengan raut wajah tidak percaya.
Ternyata benar, gesture Sooyoung
barusan bisa menjelaskan semua penolakan yang akan gadis itu berikan dan
mungkin sejuta alasan gadis itu akan menyusul beberapa detik kemudian.
“Masih
segar dalam ingatanku kala kau bersama Hyoyeon sunbaenim, memeluknya, merangkulnya, dan … menciumnya. Sedangkan
aku?! Kita sudah lama berhubungan dan aku tidak pernah mendapat perlakuan lebih
darimu selain sebuah kecupan yang selalu kau daratkan di dahiku, tidak lebih.”
Sooyoung mengambil napas dan memberikan sedikit jeda agar Hyukjae bisa
mencernanya. Gadis itu melipat tangannya di depan dada, lalu melanjutkan
kata-katanya,
“—aku
tidak mau tahu alasanmu saat itu, bahkan aku menyumpal telingaku agar tidak ada
suara yang masuk ke dalam gendang telingaku, apalagi suaramu. Saat itu aku
sangat hancur dan sangat kental rasa perih dikhianati sehingga ak u memilih
untuk menyepi di dalam kamar selama lebih dari 1 minggu, sebelum akhirnya aku
memutuskan untuk ke luar, dan memutuskanmu pada hari pertama aku ke kampus
lagi.”
“—hingga
beberapa waktu lalu aku menemukanmu di sebuah toko pakaian bersama Hyoyeon sunbaenim. Aku terkejut, dan tanpa
disangka, kakiku bergerak mendekati Hyoyeon sunbaenim
untuk menyapanya.”
Sooyoung
menundukkan kepalanya, menyembunyikan sebuah senyuman yang membuat Hyukjae
mengernyitkan keningnya bingung dengan perubahan raut wajah Sooyoung.
“—tapi
setelah aku dekati, aku salah besar karena telah menggira pria di samping
Hyoyeon sunbaenim adalah dirimu, tapi
ternyata itu adalah kekasihnya yang dari kejauhan mirip denganmu.”
Hyukjae
melotot mendengarnya. Pantas saja dia ingat beberapa hari setelah dia putus,
Hyoyeon mendatanginya dan berkata,
“Semuanya akan baik-baik saja, kau hanya tinggal menunggu waktu agar gadis
itu sadar jika itu bukan dirimu …”
Jadi itu alasannya,
.. pikir pria itu dalam otaknya. Senyuman yang awalnya meredup kini mulai
kembali merekah di wajahnya. Keduanya mengulum senyum. Senyum Sooyoung sedikit
diwarnai oleh seringaian jail, dan begitulah Hyukjae bisa mengerti jika gadis
itu telah puas mengerjainya, membuat perasaan dan berbagai argumen otaknya
berkecamuk dalam pikiran pria itu.
“Dasi han beonman gihwireul jugetni (dapatkan
kau memberiku satu kesempatan lagi)?”
Tanpa
banyak ba-bi-bu lagi, Hyukjae kembali
mengajukan sebuah pertanyaan itu pada Sooyoung. Dan seperti yang ada dalam
kilasan imajinasinya tentang happy end-nya
bersama Sooyoung, gadis itu mengangguk mantap sebagai jawabannya ditambah
melemparkan sebuah senyuman tulus nan manis yang membuat Hyukjae semakin senang
dibuatnya.
Sooyoung
tertawa mendapati Hyukjae yang terus-terusan mengulum tersenyum di depannya.
Gadis itu tahu, Hyukjae seperti itu karena dia terlanjur senang dengan
keputusan juga sebuah potongan kisah di mana dia menyesal memutuskan hubungan
mereka saat itu, tapi di matanya, pria itu seperti seseorang yang overdosis obat.
Andai saja aku sedikit
dewasa, andai saja aku dapat meredam sedikit emosiku, mungkin aku tidak akan
segegabah itu mengambil keputusan, maka aku tidak akan salah mengambil jalan, tidak
akan ada hati yang terluka, dan tidak akan ada air mata yang mengalir¸
Sooyoung tersenyum mendengar hatinya berbicara. Itu adalah sumpahnya, dan dia
berjanji akan lebih dewasa lagi dalam menghadapi sebuah masalah, karena dia
tidak ingin ada yang terluka lagi, dan karena dia yakin, dia dan Hyukjae telah
terikat benang takdir sehingga tidak akan pernah bisa dipisahkan oleh cara
apapun.
~.~
.:FIN:.
~.~
“Jangan pernah mengambil keputusan dengan
gegabah tapi pikirkanlah sampai matang sebelum mengambil keputusan, karena
salah mengambil langkah, akan ada yang tersakiti, akan ada air mata yang
mengalir.”—Nissa Tria (Miss Glace)
~.~
Label: AU, Eunhyuk, Fan Fiction, Ficlet, Girls' Generation, Romance, Sad Romance, Song-Fic, Sooyoung, Super Junior