[Series] Puzzle of Life (Prolog) ON Sabtu, November 17, 2012 AT 11/17/2012 10:09:00 AM
Puzzle of Life
~.~
Author : Nissa Tria
Cover by : Hannie @ Miracle Pops!
Cast : Super
Junior Eunhyuk as Lee Hyukjae
Super
Junior Donghae as Lee Donghae
Park Hyemi (OC)
Support Casts : IU as Lee Jieun
Super Junior Kyuhyun as
Cho Kyuhyun
Genre
:
Angst, gloomy romance, sad
Length : Series (1640 words)
Rate : G (General)
Disclaimer :
Apologize me about the OOC (Out Of
Character), typo(s), and mistake(s). I not owned the canon,
they’re God’s, their family’s, and their fans’, but plot dan OC is mine. Thanks
for not copy-paste my plot (plagiarism), and don’t bash me.
Recommended Song : Super Junior – Only U
~.~
Puzzle of Life
[Prolog]
A Series by, Nissa Tria © 2012, All Rights
Reserved.
~.~
Matahari
telah tenggelam di ufuk barat, jangkrik dan segala binatang malam lainnya mulai
bersuara, namun gadis itu tetap pada pendiriannya. Ia masih saja duduk di
tepian danau. Tidak mempedulikan udara yang semakin membeku, dan juga tidak mau
peduli lagi dengan besarnya kemungkinan jika kesehatannya akan memburuk.
Gadis
itu masih betah menikmati setiap hembusan angin yang membelai wajahnya kasar.
Ia masih betah dengan kesendirian sekaligus kesunyian di tepi danau itu. Damai,
sunyi, dan sendirian, ketiga alasan itulah yang menjadi sebuah alasan kuat
untuk ia betah duduk berlama-lama di tepian danau tersebut.
Sesekali
gadis itu mencelupkan kakinya pada air danau, merasakan sensasi dingin
membekukan dari air danau. Suara beriak air terdengar indah di telinganya
ketika kedua tangannya mengobok kasar air danau tanpa peduli apakah pakaiannya
basah atau tidak. Ia tertawa lepas. Segala jenis pikiran dan beban di pundaknya
seolah-olah menguap, tergantikan oleh letupan semangat baru di dadanya yang membuat
senyum manis itu selalu terlukis indah di wajahnya, membuat garis wajah
ketenangan mulai tergambar sedikit demi-sedikit di wajahnya. Ia bahagia, lepas,
tentram, dan damai. Sensasinya bahkan lebih ‘indah’ dari mabuk karena
menghabiskan lima botol anggur.
Semakin
lama, gadis itu semakin tenggelam dalam kesendiriannya. Ia semakin tidak peduli
dengan udara, dan juga kesehatannya, seakan-akan ia hanyalah sebuah boneka Barbie hidup yang tidak perlu
memerhatikan kesehatannya. Tidak ada setitikpun rasa bosan atau lelah yang
menghampirinya.
Gadis
itu mendongakkan kepalanya, menatap bulan yang kini berada di depan matanya.
Indah, ia berbisik dalam hati seraya tangannya menggapai-gapai sinar rembulan
yang kini menyinari wajahnya lembut.
Namun
tiba-tiba kesunyian dan kesendirian gadis itu terganggu. Ia merasa kesal dan
langsung mengatupkan bibirnya, lipatan keningnya semakin dalam, kedua tangan
dan kakinya mendadak berhenti mengobok air danau ketika melihat ada sesuatu
yang menarik perhatiannya selain sinar rembulan tersebut ; sesuatu yang
bergerak hingga menimbulkan suara berisik di antara semak-semak. Ia menarik
kedua kakinya dari air danau, memakai sandal merah mudanya, lalu mulai berjalan
mendekati semak-semak secara hati-hati, mencoba agar tidak menimbulkan suara
apapun.
Suara
gemerisik semak-semak terdengar di telinga gadis itu ketika tangannya menggapai
semak-semak yang tadi mencurigakan itu. Lipatan di keningnya semakin dalam.
Tidak ada apapun, selain mata tajamnya yang secara tidak sengaja menangkap secarik
kertas merah muda berbentuk hati di antara semak-semak itu. Alisnya terangkat,
dan bibirnya sedikit mengerucut, pertanda ia sedikit bingung dengan apa yang
ada di depan matanya.
“ Can
you listen to my words, don’t say anything yet…”
Gadis
itu menggaruk bagian belakang tengkuknya yang tentu saja tidak gatal. Sedikit
bingung, sekaligus marah. Bingung dengan
kertas-merah-muda-bodoh-yang-dibuat-entah-oleh-siapa, marah karena hati
kecilnya tidak berhenti bertanya-tanya apa maksud dari tulisan-bodoh ini. Ia
kemudian kembali melangkahkan kakinya ketika secara tidak sengaja matanya
menangkap secarik kertas yang serupa.
“ Actually
I’m so insecure without you how do I live each day?…”
Gadis
itu semakin mengerucutkan bibirnya, pertanda jika ia mulai bosan sekaligus
kesal dengan semua kalimat-kalimat-bodoh tersebut.
“ I
know you haven’t ended yet,…”
Hati
gadis itu memaki-maki tak jelas seraya memasukan kertas-merah-muda-bodoh itu
pada saku blazernya, lalu mulai berjalan lagi, menerobos semak-semak yang
menghalangi jalannya.
“ But
don’t cry over the empty space that I left …”
Gadis
itu kembali mengangkat kedua alisnya, mengeluarkan keempat
kertas-merah-muda-bodoh itu dari saku blazer, lalu menyusunnya di atas telapak
tangan. Ia membaca ulang kata-kata-bodoh pada permukaan keempat
kertas-merah-muda-bodoh itu dengan seksama. Otaknya memproses
kata-kata-bodoh-pada-kertas-merah-muda-bodoh dengan sangat lamban, dan ia
sangat kesal akan hal itu. Sebelah otaknya merasa familiar dengan
tulisan-bodoh-pada-kertas-merah-muda-bodoh, sementara sebelahnya lagi masih
tetap memproses, membongkar segala memori yang tersimpan di tempurung belakang
kepalanya.
Gadis
itu menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya perlahan, mencoba
mengontrol emosinya yang mulai naik ke ubun-ubun saking kesalnya pada otak
bodohnya yang sangat lamban memproses
tulisan-bodoh-pada-kertas-merah-muda-bodoh. Sekarang juga ia merasa seperti déjà vu, dan juga … bodoh.
“My heart only has you, your heart only has
me …”
Gadis
itu menoleh ke belakang. Suara lembut-yang-entah-milik-siapa telah menarik
perhatiannya, namun keningnya berkerut ketika tidak mendapati apapun di sana.
Ia mulai merinding, takut sesuatu akan terjadi padanya.
“Similar sentiments, the proof of our love …”
Gadis
itu lagi-lagi menoleh, kembali tertarik pada suara lembut yang seakan ditujukan
padanya. Ia kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling, namun tiba-tiba
keningnya berkerut dan merasakan bulu kuduknya berdiri. Kemungkinan buruk itu
semakin menghantuinya karena ia baru menyadari sesuatu ; lapangan basket. Sejak
kapan aku ada di sini? tanya hati kecilnya, sementara otaknya mencoba
mengingat-ingat apa yang telah ialakukan tadi. Ia merasa heran sekaligus
bingung karena baru tahu kalau ada jalan yang menyambungkan antara lapangan basket
dan danau’nya’. Hal ini membuatnya menyadari hal yang lain ; seseorang—atau
mungkin banyak orang—yang telah mengetahui tempat ia biasa mendapatkan udara
yang ‘sesungguhnya’.
“The same sky, different place …”
Gadis
itu menoleh lagi, lalu mendengus kecewa ketika tidak mendapati apa-apa di arah
yang dilihatnya. Kemudian ia melipat kedua tangannya di depan dada, merasa
penasaran dengan maksud orang untuk mengerjainya.
“We’re separated for now, for this instant,
something to never forget …”
Tiba-tiba
gadis itu terdiam, merasa déjà vu
lagi. Apakah ini lirik lagu? tanya batinnya yang mulai penasaran dengan apa
yang tengah didengarkannya sekarang. Ia kembali memasang telinganya baik-baik,
seakan jika ia melepaskan pendengarannya suara itu akan menghilang tanpa jejak.
“Please remember …”
Suara
gadis itu tercekat, napasnya terasa sesak, dan oksigen yang biasa dihirupnya
dengan bebas secara tiba-tiba lenyap ketika mendengar lanjutan dari suara
lembut-yang-entah-milik-siapa.
“I will remember the love you gave me …”
Jantung
gadis berdegup kencang, dan secara tiba-tiba ada
gejolak-perasaan-aneh-yang-tidak-bisa-diungkapkan-oleh-kata-kata mulai
menghampirinya.
“No one can take over you …”
Gadis
itu kembali menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan, berniat
untuk menahan gejolak rasa-yang-tidak-dapat-diungkapkan-oleh-kata-kata di
dadanya yang semakin menggila.
“That only love, I will keep in the bottom of
my heart …”
Gadis
itu berjengit, ketika secara tiba-tiba semuanya gelap, dan berubah sunyi. Ia bisa
merasakan napasnya memburu, entah karena takut atau karena ingin menangis. Ia
meremas-remas kedua telapak tangannya hingga terasa perih, namun ia tidak
peduli dengan hal itu. Berulang ia berusaha untuk menjernihkan pikiran serta
menenangkan batinnya yang kini mulai bawel menanyakan suatu hal yang tidak
dapat dimengerti ; alasan kegelapan dan kesunyian yang terjadi secara
tiba-tiba.
“Making you wait so long, I’m sorry …”
suara itu terdengar berbarengan dengan sebuah lampu yang tiba-tiba menyorot
tubuh ramping gadis itu. Ia merasa kaget dengan lampu yang menyorotnya itu, dan
ia jadi merasa seperti sedang berada di sebuah pertunjukan seni musik teater
atau pertunjukan ballerina yang
sangat iaimpikan dari kecil, namun sayangnya, ini bukan pertunjukan seni musik
teater ataupun pertunjukan ballerina,
namun sebuah acara-yang-tidak-iaketahui-apa-nama-maksud-dan-juga-tujuannya atau
mungkin sebuah acara untuk mempermainkannya di hari ulangtahunnya yang ke-19.
Tunggu
dulu … gadis itu baru menyadari suatu hal ; ulangtahunnya yang ke-19. Hatinya
tertawa karena kebodohannya yang baru saja mengingat bahwa hari ini ia
berulangtahun yang ke-19, dan ia mulai yakin jika teman-teman sekampusnya
sedang membuat sebuah ‘kejutan kecil’ untuk merayakan hari yang sangat ia tunggu-tunggu
dari sebulan yang lalu.
“In my life only you are most special …”
Gadis
itu mengerjapkan matanya berulang-ulang, kemudian menguceknya keras-keras,
mencoba menajamkan penglihatannya yang mungkin telah rabun. Penglihatannya
mungkin sudah merabun, karena mana mungkin ia dapat melihat seorang
pria-tengil-yang-bernotabene-rivalnya ini berada di depannya, dengan lampu yang
juga menyorot tubuh atletis pria-tengil itu dengan sempurna.
“My heart only has you, your heart only has
me …”
Oh
tidak, mungkin … pasti sekarang aku sedang bermimpi, elaknya dalam hati seraya
menggeleng-gelengkan kepalanya, karena tidak mungkin pria-tengil itu berada di
depannya dengan mikropon di genggaman tangan kirinya dan juga suara gesekan bow
biola yang mengiringinya bernyanyi. Tunggu dulu, .. bernyanyi? Pria-tengil itu
bernyanyi? Oh, Tuhan … Tampar aku, mana mungkin dia bisa bernyayi dengan
suaranya yang pas-pasan itu …, jeritnya dalam hati dengan ekspresi bodoh
terpasang di wajahnya.
“Similar sentiments, the proof of our love …”
Mata
gadis itu mendadak membelalak ketika pria-tengil itu berjalan mendekatinya,
tentu saja ia masih menyanyi dengan suaranya yang pas-pasan dan lampu yang
tetap menyorotnya kemana pun ia melangkah.
“The same sky, different place …”
Pria-tengil
itu meraih tangannya, dan menggenggamnya lembut dengan tangannya yang bebas
ketika telah berhadap-hadapan dengan gadis itu. Sementara gadis itu berdiri
tepaku menatap makhluk ciptaan Tuhan yang sangat sempurna tepat di depan
matanya ini, dan ia membiarkan pria-tengil itu menggenggam lembut tangannya
sambil memberi sebuah tekanan pada tatapannya, dan itu membuatnya terhanyut
dalam situasi.
“We’re separated for now, for this instant,
something to never forget …”
Pria-tengil
itu berlutut, seraya menarik tangan gadis itu yang sedang digenggamnya. Ia
lagi-lagi menatap gadis itu tepat pada manik matanya, penuh tekanan dan
penuntutan. Ia meletakan mikropon yang sedari-tadi digenggam pada tangannya
yang lain, kemudian meraih ‘sesuatu’ di dalam kantong celana jeansnya. Dan betapa
terkejutnya gadis itu begitu menyadari sebuah kotak beludru hitam yang
dikeluarkannya dari dalam saku jeansnya.
“Apa
yang kamu keluarkan?” tanya gadis itu singkat, namun matanya tampak berbinar
menatap ‘sesuatu’ yang telah dikeluarkan oleh si pria-tengil. Pria-tengil itu
tersenyum misterius, membuka kotak beludru hitam yang iabawa, lalu tersenyum
puas dengan ekspresi kaget yang ditunjukan gadis itu karenanya.
“Kamu
… melamarku?”
“Pertanyaan
bodoh,” Pria-tengil itu mendesis seraya bangkit, kemudian mengecup singkat dahi
gadis itu, “-pertanyaan bodohmu aku
jadikan sebagai jawaban dari perlakuanku barusan, arrachi?” gadis itu terbelalak, mulutnya terbuka setengah,
membuatnya menjadi tampak gadis paling bodoh di dunia.
“Please remember …” pria itu menggenggam
sebelah tangan gadisnya dengan sangat erat, seolah gadis itu akan pergi jika ia
melepaskannnya, lalu dengan berat hati melepasnya sementara untuk memasangkan
cincin pada jari manis gadisnya, sementara gadisnya itu masih dalam perasaan
yang sulit digambarkan ; di antara terkejut, dan malu, karena apa yang telah
terjadi padanya hari ini dan terlalu
banyak kejutan di dalamnya, sehingga kepalanya serasa akan meledak, namun dari
semua kejutan yang iadapatkan hari ini, cincin dan juga momen inilah yang paling
iasukai, yang menjadi favoritnya sepanjang masa.
“Actually you understand right? Without you i can’t live, without me you
can’t live. An almost torn heart,
take a deep breath. Who said that
hurt will slowly heal is empty words. Saranghae
… Please remember, Darl …” bisik pria-tengil itu tepat pada
telinga gadisnya, kemudian merengkuh gadisnya ke dalam pelukan hangat.
~.~
To be continued ...
~.~
Label: AU, Donghae, Eunhyuk, Family, Fan Fiction, Hurt/Comfort, Hyemi, Mysteri, Romance, Sad Romance, Super Junior